Beranda | Artikel
Tafsir Surat Al-Fatihah (05): Ayat Kedua (Bag. 2)
Jumat, 14 Oktober 2022

“رَبِّ الْعَالَمِينَ”

· Makna Rabbul ‘alamin

Rabb adalah dzat yang terkumpul pada dirinya tiga sifat sekaligus; pencipta (al-khâliq), pemilik/penguasa (al-mâlik) dan pengatur (al-mudabbir) [Lihat: Tafsîr ath-Thabary (I/142-143) dan Tafsîr Juz ‘Amma (hal. 14)].

Tidak setiap pencipta sesuatu pasti akan memilikinya. Contohnya: para tukang batu dan tukang kayu yang membangun rumah di suatu real estate, mereka yang menciptakan dan membangun rumah tersebut, namun demikian mereka bukanlah pemiliknya.

Juga tidak setiap pemilik sesuatu ialah yang menciptakannya. Seperti kita yang memiliki sepeda motor, jelas bukan kita yang membuat dan menciptakannya, kita hanya terima jadi dari dealer motor.

Begitu pula tidak setiap pengatur sesuatu, dialah yang memilikinya. Seperti tukang parkir yang mengatur berbagai jenis motor dan mobil, dari yang paling mewah sampai yang paling butut, kendaraan-kendaraan tersebut bukanlah miliknya.

Namun Allah ‘azza wa jalla tidak demikian. Dialah yang terkumpul dalam diri-Nya secara mutlak tiga sifat sekaligus; pencipta, penguasa/ pemilik dan pengatur. Kalimat “secara mutlak” perlu digarisbawahi; karena terkadang ada yang mengklaim memiliki tiga sifat tersebut dalam dirinya, namun tatkala kita cermati ternyata hal itu hanya bersifat parsial. Seperti orang yang menciptakan komputer, dia pula yang memiliki dan mengaturnya. Namun, ketiga sifat tersebut hanya berlaku pada komputer saja. Adapun barang-barang lainnya, maka bisa dipastikan, orang itu hanya memiliki salah satu sifat dari tiga sifat tersebut di atas. Adapun Allah subhanahu wa ta’ala, Dialah yang menggabungkan tiga sifat itu secara mutlak! Mengapa? Karena Dialah Rabbul ‘âlamîn, yakni: Yang Menciptakan, Menguasai dan Mengatur seluruh alam semesta.

Kata al-‘âlamûn maknanya adalah: segala sesuatu selain Allah ta’ala, berupa langit, bumi dan segala yang ada di dalamnya serta yang ada di antara keduanya, baik yang kita ketahui maupun yang tidak kita ketahui [Lihat: Tafsîr ath-Thabary (I/144-145) dan Tafsîr al-Qurthuby (I/213-214)].

Andaikan makna al-‘âlamûn adalah apa yang tersebut di atas, kita bisa membayangkan betapa banyak ciptaan Allah, betapa besar kekuasaan-Nya dan betapa luas wilayah yang diatur-Nya.

Berikut sedikit kupasan tentang tiga sifat di atas:

· Allah sebagai Pencipta alam semesta.

Secara fitrah, seluruh manusia, baik mukmin maupun kafir, sepakat bahwa Allah-lah Sang Pencipta. Dalam Alquran diceritakan,

“وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ”

Artinya: “Sungguh jika engkau (Muhammad) tanyakan kepada mereka (orang kafir), ‘Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?’, tentu mereka akan menjawab, ‘Allah.’” (Q.S. Luqman: 25 dan az-Zumar: 38).

Namun demikian, ada orang yang fitrahnya sudah rusak atau bahkan mati, sehingga mengingkari hal tersebut. Salah satu contohnya apa yang dikisahkan Imam Abu al-Qasim at-Taimy dalam kitabnya: Al-Hujjah fî Bayân al-Mahajjah, tentang seorang ateis yang mengklaim bisa menciptakan makhluk hidup tanpa ‘campur tangan’ Allah ta’ala.

Ia memasukkan sekerat daging dalam sebuah toples, lalu ia tutup rapat. Beberapa hari kemudian, muncullah belatung-belatung di daging tersebut, katanya, “Akulah pencipta makhluk-makhluk kecil ini!”.

Seorang ulama ingin memberi pelajaran kepada ateis tersebut. Ia berkata, “Sang pencipta sesuatu, pasti ia akan mengetahui betul seluk-beluk ciptaannya. Sebagaimana diiisyaratkan Allah ta’ala,

“أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ”

Artinya: ‘Apakah pantas yang menciptakan tidak mengetahui?’ (Q.S. Al-Mulk: 14).

Jika engkau mengklaim dirimu sebagai pencipta belatung-belatung tersebut, tolong beritahu aku: berapa jumlah mereka, mana yang jantan dan mana yang betina, mana yang bapak, serta mana yang anak?!”

Si ateis tadi pun terperanjat, lalu tertunduk diam seribu kata.

Andaikan memang betul, bahwa orang tersebut memang bisa menciptakan belatung, itupun tidak lantas menjadikan ia berhak untuk bersikap congkak. Hanya dengan menciptakan hewan kecil yang menjijikkan, ia berlaku sombong?! Alangkah naifnya! Adapun Allah jalla wa ‘ala Dialah yang menciptakan seluruh makhluk tanpa terkecuali!

Seorang ulama abad keempat; Imam Abu asy-Syaikh al-Ashbahâni (w. 369 H) menulis sebuah buku bagus berjudul Kitâb al-‘Azhamah. Dalam kitab setebal lima jilid ini, beliau berusaha mengupas keagungan Allah dan sebagian ciptaan-Nya. Beliau mengajak kita untuk bertafakur dan merenungi keagungan ‘Arsy Allah, para malaikat, langit, matahari, bulan, bintang, awan, hujan, halilintar, kilat, angin, bumi, laut, gunung, pepohonan, binatang dan lain sebagainya.

Sekadar contoh: kehebatan penciptaan langit dan tetumbuhan.

Allah menceritakan bagaimana langit dibangun tanpa memakai tiang satupun!

“اللّهُ الَّذِي رَفَعَ السَّمَاوَاتِ بِغَيْرِ عَمَدٍ تَرَوْنَهَا”

Artinya: “Allah yang mengangkat langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kalian lihat.” (Q.S. Ar-Ra’du: 2).

Allah juga mengajak kita berpikir bagaimana tetumbuhan yang berbagai macam bentuknya dan amat beragam buah, warna dan rasanya, ternyata semua disiram dengan satu jenis air!

“وَفِي الأَرْضِ قِطَعٌ مُّتَجَاوِرَاتٌ وَجَنَّاتٌ مِّنْ أَعْنَابٍ وَزَرْعٌ وَنَخِيلٌ صِنْوَانٌ وَغَيْرُ صِنْوَانٍ يُسْقَى بِمَاء وَاحِدٍ وَنُفَضِّلُ بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ فِي الأُكُلِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَعْقِلُونَ”

Artinya: “Di bumi terdapat tempat-tempat yang berdampingan, kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman, pohon kurma yang bercabang dan yang tidak bercabang; disirami dengan air yang sama. Kami lebihkan tanaman yang satu dari yang lainnya dalam hal rasa. Sungguh pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang menggunakan akalnya.”. (Q.S. Ar-Ra’du: 4).

Di akhir ayat di atas, Allah menjelaskan buah dari tafakur akan ciptaan-Nya; yakni agar kita menyadari akan kebesaran Allah jalla wa ‘ala.

· Allah sebagai pemilik dan penguasa alam semesta.

Kepemilikan dan kekuasaan Allah atas alam semesta ini bersifat mutlak dan sempurna. Dialah yang memerintah dan melarang, memberi balasan kebajikan dan menghukum, memberi dan menahan pemberian, memuliakan dan menghinakan, mengangkat dan menjatuhkan, menghidupkan dan mematikan, serta murka dan ridha. Dia pula yang mengampuni dosa, menolong orang yang tertimpa musibah, membantu orang yang terzalimi, membalas orang yang menzalimi, mengayakan orang miskin dan memiskinkan orang kaya, memberi orang yang meminta, serta perbuatan-perbuatan lain yang menunjukkan kekuasaan hakiki dan kepemilikan mutlak Allah jalla wa ‘ala [Lihat: Juhûd al-Imâm Ibn Qayyim al-Jauziyyah fî Taqrîr Tauhîd al-Asmâ’ wa ash-Shifât karya Dr. Walîd bin Muhammad al-‘Aliy (II/1295-1296)].

Tentunya, ini berbeda dengan kekuasaan manusia yang seringkali hanya bersifat semu atau formalitas belaka. Seperti seorang yang dipasang sebagai penguasa suatu daerah, namun pada kenyataannya, ternyata bukan dia yang menguasai daerah tersebut, dia hanyalah boneka. Sedangkan yang berkuasa di pasar adalah preman pasar, yang berkuasa di suatu komunitas tertentu adalah tokoh agama yang dikarismatikkan, yang berkuasa di salah satu bagian daerahnya adalah konglomerat, begitu seterusnya.

Allah sebagai pengatur alam semesta.

Dikisahkan bahwa suatu hari, Imam Abu Hanifah diajak berdebat oleh para ahli kalam yang kebetulan mereka mengingkari adanya pencipta dan pengatur alam semesta. Sebelum berdebat, Imam Abu Hanifah berkata, “Sebelum membahas permasalahan ini, saya ingin bertanya, ‘Percayakah kalian bahwa di sungai Dijlah (sungai di kota Baghdad), ada sebuah perahu yang memuat sendiri ke atasnya berbagai jenis bahan pangan dan yang lainnya, berlayar sendiri dari satu tepi ke tepi lainnya, serta menurunkan barang-barang yang ada di atasnya juga dengan sendirinya. Tanpa ada seorangpun yang menaikinya?’”

Serta merta mereka menjawab, “Mustahil! Itu tidak mungkin terjadi!”

“Andaikan itu mustahil terjadi atas sebuah perahu. Mungkinkah itu terjadi atas seluruh alam semesta ini, langit dan buminya??!” [Syarh al-‘Aqîdah ath-Thahawiyyah karya Imam Ibn Abi al-‘Izz (I/135)].

Allah ta’ala berfirman,

“خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِالْحَقِّ يُكَوِّرُ اللَّيْلَ عَلَى النَّهَارِ وَيُكَوِّرُ النَّهَارَ عَلَى اللَّيْلِ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ يَجْرِي لِأَجَلٍ مُسَمًّى”

Artinya: “Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan tujuan) benar, Dia memasukkan malam atas siang dan memasukkan siang atas malam, serta mengatur matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan.” (Q.S. Az-Zumar: 5).

Belum lagi adanya pergantian musim sepanjang tahun. Bahkan, adanya pengaturan sistem dalam tubuh kita sendiri! Semisal pemasukan bahan makanan, pencernaan, pengolahan, penyerapan sari yang dibutuhkan tubuh, lalu pembuangan sisanya. Juga adanya pemfilteran racun-racun dalam darah secara rutin oleh ginjal. Ditambah pertahanan darah putih dari virus-virus yang masuk ke dalam tubuh. Dan masih banyak fenomena pengaturan lainnya dalam tubuh kita.

“وَفِي أَنفُسِكُمْ أَفَلَا تُبْصِرُونَ”

Artinya: “Dan (juga) dalam dirimu sendiri. Maka apakah kalian tidak memperhatikan?” (Q.S. Adz-Dzariyat: 21).

· Pelajaran berharga dari merenungi makna Rabbul ‘alamin

Dengan menghayati nama Allah ini, yakni Rabbul ‘âlamîn kita akan memetik banyak pelajaran berharga sebagai bekal untuk mengarungi kehidupan dunia yang fana ini. Di antara buah keimanan kita akan nama Allah ini:

  1. Dalam segala permasalahan, kesulitan, musibah dan yang semisal, kita hanya akan kembali kepada Allah jalla wa ‘ala; sebab di tangan-Nyalah segala sesuatu. Dialah Penguasa semua jagad raya ini dan Pemiliknya. Bukan kembali kepada para makhluk-Nya, apalagi kepada para dukun dan paranormal!
  2. Kita akan terjauh dari sifat sombong. Terkadang tatkala berhasil menciptakan sesuatu yang tidak bisa diciptakan orang lain, entah itu suatu penemuan ilmiah elektronik, peternakan, pertanian, atau apa saja, timbul dalam hati kita perasaan sombong; sebab merasa bisa melakukan sesuatu yang tidak bisa dilakukan orang lain. Andaikan bertafakur akan keagungan ciptaan Allah, kita akan sadar betapa kecilnya kita, sebab yang menciptakan penemu karya ilmiah tersebut, yakni kita sendiri, ternyata adalah Allah! Bukan hanya itu, Allah pulalah yang menciptakan penemu teori Relativitas; salah satu ilmuwan terbesar yang pernah dimiliki bumi; Albert Einstein. Allah juga yang menciptakan penemu komputer; John von Neumann. Dan Allah pula yang menciptakan segalanya, termasuk di dalamnya para pencipta dan penemu hal-hal yang menakjubkan di muka bumi.

Penulis: Ustadz Abdullah Zaen, Lc., M.A.
Artikel www.Tunasilmu.com


Artikel asli: https://tunasilmu.com/tafsir-surat-al-fatihah-05-ayat-kedua-bag-2/